Kamis, 18 Juli 2013

Veldbox dan Bunker

veldbox dan bunker berada di Manado sejak era Perang Dunia II. Veldbox dibangun untuk menangkis serangan pendaratan Kaigun, angkatan perang Jepang yang hendak masuk ke Kota Manado.

Sejumlah veldbox dibangun di Singkil, Paal II, Banjer dan Sario pada tahun 1940. Ikhwalnya, Negeri Belanda di telah diduduki Jerman dengan angkatan perang modern-nya dalam waktu singkat. Indonesia, yang waktu itu dikenal luas dengan Hindia Belanda yang turut serta dalam barisan Tentara Sekutu melawan Jepang membangun puluhan veldbox terbuat dari beton yang rata-rata berdiameter 2 meter.
Ternyata, bangunan ini kemudian sama sekali tak berguna karena pasukan pendaratan Jepang (Kaigun) menghindari veldbox-veldbox itu. Strategi Kaigun jitu, mendarat ke pesisir Sulawesi Utara pada 10 Januari malam hari. Mereka masuk lewat Pantai Wori, Malalayang yang tak ada veldbox-nya.

Tentara dan milisi kita (Indonesia) dan sekutu dilanda kepanikan hebat. Mereka melarikan diri mengungsi ke luar Manado dengan cara menanggalkan pakaian militernya sebagai upaya jangan sampai 'dihabisi' Kaigun.

Berita yang saya (penulis) rangkum dari mereka, "Seorang milisi, yaitu pemilik sekolah bermarga Tungka dibunuh tentara Jepang dengan bayonet. Persoalannya sepele. Ia tak segera menjawab  waktu ia diteriaki: Indonesia-kah? Belanda-kah?"
Bagi saya, veldbox yang dibangun tentara Hindia-Belanda tidak punya nilai sejarah. Apalagi tak ada tentara (Belanda) dan milisi kita (stadwatch) yang mau mati konyol  dalam kotak atau lingkaran beton tersebut. Di Minahasa, semua anggota milisi Vernielings Corps (VC)--regu pemusnah-- dihukum mati dengan cara dipancung kepalanya. Pangkalnya, kepala VC telah memerintahkan pembakaran gudang-gudang beras, minyak serta menghancurkan jembatan-jembatan antara ruas Sawangan-Airmadidi (Minut), Rumoong- Lansot (Minsel), Kairagi (Manado), dan Ranoyapo (Amurang, Minsel).
Bunker, tempat hunian dalam tanah atau bisa disebut juga gua di bawah bukit atau gunung. Hunian ini dibangun Jepang pada masa penderitaan mereka kalah di Perang Pasifik (1944). Bunker lebih berfungsi  sebagai tempat perlindungan dalam tanah dari serangan udara musuh (Tentara Sekutu). Rakyat Kota Manado yang tidak boleh menyingkir juga membuat lubang perlindungan yang ternyata dengan mudah dihancurkan oleh pemboman Sekutu. Akibatnya, rakyat Kota Manado banyak jadi korban dalam Perang Pasifik itu.
Penulis pernah berkantor di sebuah bunker yang letaknya di bawah Gunung Komo, sekarang di belakang Swissbel Hotel Manado. Bunker ini dibangun Pemerintah Jepang untuk jadi markas, tempat penyingkiran  pasca hancurnya Kantor Residen Jepang akibat pemboman Sekutu pada September 1944.  Penulis waktu itu bertugas sebagai pegawai Bagian Kehakiman urusan penterjemahan.
Bunker yang berfungsi sebagai kantor Pemerintah Jepang dalam pengungsian bentuknya sangat luas, berventilasi dan diterangi lampu listrik. Banguna ini berdinding papan tebal dengan lantai permadani. Interiornya dominan warna merah.
Tetapi sekutu melalui intelejennya (spion, mata-mata) mengetahui lokasi ini dan melepaskan bom berukuran berat di atas Gunung Komo. Saat itu kami terlempar ke atas ke bawah, karena tekanan vertikal dari voltreffer bom tersebut. Berbeda dengan goncangan horizontal seperti gempa bumi.
Bunker ini, jika masih ada, pantas dijadikan benda purbakala karena nilai sejarahnya, pernah dijadikan kantor Minscibu Sulawesi Utara dalam penyingkiran (Oktober 1944). Pada November 1944, Kantor Minscibu pindah ke Kampung Wulauan Tondano. Kepala Pemerintah Jepang dijabat Laksamana K Hamanaka yang bermarkas di Bunker Tonsea Lama. Bunker ini berada di dalam gua bawah gunung. Jika masih terpelihara baik sepantasnya dijadikan benda purbakala yang bernilai sejarah.
Di atas semua itu, satu-satunya benda purbakala yang punya nilai 'keramat' dan menjadi simbolistik Perang Pasifik dan bernilai artistik ialah Tugu Memorial Korban Perang Dunia II yang dibangun Sekutu pada tahun 1946. Lokasinya di Lapangan Gereja Sentrum Manado.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar